Kapitan Oey Giok Koen adalah salah satu pendiri Pendidikan Tionghoa Hwe Koan. Sekitar tahun 2008, komplek pemakaman Kapitan Oey Giok Koen bertempat di Priuk – Sangiang Kota Tangerang, dibongkar karena komplek pemakaman Kapitan Oey Giok Koen dijual oleh keturunannya dan sekarang menjadi perumahan Global Mansion, dikomplek ini yang hanya tersisa adalah sebuah kolam besar dan sangat disayangkan sebagian masyarakat Tionghoa Benteng kurang menaruh perhatian terhadap situs bersejarah yang menjadi jejak sejarah kerberadaan masyarakat Tionghoa di Tangerang. Di komplek pemakaman ini dapat diketemukan sejumlah relief maupun ukiran yang telah berusia ratusan tahun.
Kapitan Oey Khe Tay membuat Perahu Papak Hijau pada tahun 1900 dan dua
tahun kemudian yaitu tahun 1902, hartawan dan para dermawan dari tiga
gang (jalan) di depan Kelenteng Boen Tek Bio, yaitu Gang Kalipasir, Gang
Tengah (Cilangkap) dan Gang Gula (Cirarab) membuat Perahu Papak Merah
untuk disumbangkan kepada Kelenteng Boen Tek Bio.
Perayaan Peh cun sendiri di Tangerang diperkirakan mulai dilaksanakan
sejak tahun 1910. Hal ini karena di Jakarta, sungai-sungai sudah menjadi
dangkal sehingga perayaan Peh cun dipindahkan ke Tangerang. Dengan
sungai Cisadanenya yang cukup luas, maka Tangerang memenuhi syarat untuk
melaksanakan perayaan Peh cun.
Pada perayaan Peh cun tahun 1911, menurut cerita, pada saat perlombaan
Perahu Papak Hijau dan Merah ada ‘getek’ (rakit) yang melintang, malang
di tengah sungai, sehingga Perahu Papak Hijau melompat dan persis jatuh
diatas getek yang melintang itu. Hal ini mengakibatkan Perahu Papak
Hijau patah ditengah (patah pinggang).
Perahu Papak Hijau yang patah itu kemudian disimpan di tempat Bapak Lim
Tiang Tiang di Karawaci dan dijadikan satu dengan keramat yang sudah
ada. Pada tahun 1912 Perkumpulan Boen Tek Bio membuat Perahu Papak Merah
yang baru dibawah pengawasan Bapak Lim Hok Tjiang selaku sekretaris
Perkumpulan Boen Tek Bio.
Pada tahun 1938 ada juga Perayaan Peh cun yang dirayakan pada tanggal
7-8 bulan 5 penanggalan Imlek (Go Gwee Ce Cit – Ce Pe). Pada perayaan
ini dibuatlah sepasang Perahu Naga oleh Bapak Lim Tiang Hoat di daerah
Kedaung Barat. Namun pada tahun 1942 ketika Jepang datang ke Indonesia,
Perahu Naga itu dibakar.
Perlu diketahui juga dimulainya Perayaan Peh cun di Tangerang ini
dikoordinir oleh Perkumpulan Boen Tek Bio, namun sayang pada tahun 1964
Perayaan ini berakhir. Sekian tahun telah berlalu, kemudian Pemerintah
Kota Tangerang mengangkat kembali tradisi Peh cun di Tangerang sejak
tahun 2000 yang terus berlanjut hingga sekarang.
Diperkirakan pada tahun 1850 nenek buyut dari Bapak Rudi A.Kuhu
mengambil sepotong kayu yang lewat di Sungai Cisadane, pada masa itu
orang-orang masih memasak dengan menggunakan kayu bakar. Setelah
beberapa hari kemudian, sewaktu potongan itu dijemur, nenek buyut Bapak
Rudi A. Kuhu bermimpi bahwa potongan kayu tersebut minta untuk
‘dirawat’, sehingga dibuatkanlah sebuah gubug (rumah dari tiang bambu
yang menggunakan atap rumbai) untuk menyimpan potongan kayu tersebut.
Pada tahun 1911, Perahu Papak Hijau yang patah ditengah dalam perlombaan
Peh cun diletakkan pula di tempat keramat tersebut yang sekarang ini
dikenal dengan sebutan Empe Peh cun.
Sumber : Budaya Benteng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar